Minggu, 05 November 2017

~ JURNAL TENTANG GETARAN MEKANIS ~


Pengaruh Getaran Mekanik Dan Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Pada Laki-Laki Dan Perempuan
Dea Meita Wulandari1, Lovely Lady 2, Ani Umyati3.
JurusanTeknikIndustri, Fakultas Teknik Untirta
Jl.Jend.Sudirman Km.3Cilegon, Banten 42435
meytatuta@gmail.com1, lady1971@gamil.com2, ani_umyati@ft-untirta.ac.id3

 ABSTRAK 
Alat-alat bermesin berdampak terhadap tubuh manusia.Mesin yang bergerak menghasilkan lingkungan kerja fisik yang kurang baik seperti getaran dan kebisingan.Hasil penelitian Mustar Rusli, (2008) menjelaskan pengaruh getaran dan kebisingan kereta apidan hasilnyakebisingan berpengaruh terhadap tekanan darah sistole, sementara getaran mempengaruhi tekanan darah diastole.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar getaran dan kebisingan pada percobaan alat simulator getaran dan mengetahui pengaruh getaran dan kebisingan terhadap tekanan darah 10 responden laki-laki dan 10 responden perempuan serta membandingkan perbedaan tekanan darah laki-laki dan perempuan setelah percobaan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium RSK&E menggunakan alat simulator getaran.Hasil pengukuran rata-rata besar getaran pada laki-laki dan perempuan 2 m/s2.Besar intensitas kebisingan laki-laki 96 dB dan perempuan 97 dB. Hasil uji statistik paired sample t-test ada pengaruh getaran dan kebisingan terhadap tekanan darah sistole perempuan, sig 2 tailed<0.05 yaitu 0.009, tapi tidak ada pengaruh pada sistole laki-laki, sig 2 tailed>0.05 yaitu 0,886, diastole perempuan yaitu 0,589 dan diastole laki-laki yaitu 0,752. Hasil uji independent sample t-testada perbedaan pada tekanan darah sistole laki-laki dan perempuan, sig 2 tailed<0.05 yaitu 0,005 dan tidak ada perbedaan tekanan darah diastole laki-laki dan perempuan, sig 2 tailed>0.05 yaitu 0,425.
METODE PENELITIAN

a. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental.Penelitian ini ingin menegtahui pengaruh getaran mekanik dan kebisingan terhadap tekanan darah sistole dan diastole pada laki-laki dan perempuan melalui percobaan atau eksperiment dengan alat simulator getaran. Responden akan naik diatas simulator getaran selama 10 menit. sebelum diberi getaran dan kebisingan, responden diukur terlebih dahulu tekanan darahnya dan setelah diberi getaran dan kebisingan responden akan diukur kembali tekanan darahnya.

b. Subjek
Percobaan menggunakan responden mahasiswa Fakultas Teknik berjumlah 10 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.Responden memiliki indeks massa tubuh normal, tidak merokok dan tidak meminum alkohol. Responden tidak memiliki riwayat penyakit kronis khususnya hipertensi.




c. Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat simulator getaran, alat pengukur tingkat kebisingan (Sound Level Meter), alat pengukur tingkat getaran (Vibration Meter), alat pengukur tekanan darah, alat pengukur berat badan, dan alat pengukur tinggi badan

d. Prosedur Pengukuran
1. Pengukuran Kebisingan
- Ukur luas ruangan yang akan diambil data kebisingannya
- Tentukan titik pengukuran
- Nyalakan alat Sound Level Meter
- Ketinggian microphone adalah 1,2 meter – 1,5 meter dari permukaan lantai
- Setiap titik pengukuran dilakukan pengamatan selama 1 menit dengan 5 kali pembacaan sesuai SNI 7231:2009 tentangpengukuran intensitas kebisinganditempat kerja.
- Hasil pengukuranadalah angka yang ditunjukkan pada monitor.
- Masukkan ke rumus:
Leq = 10 Log ( 𝑖,10𝑛𝑖=1𝐿𝑖10 ) dB (1) Dimana : Leq = tingkat kebisingan ekivalen Fi =fraksi waktu terjadinya tingkat kebisingan pada interval waktu pengukuran tertentu Li = nilai kebisingan terukur Bandingkan intensitas masing-masing area dengan NAB kebisingan yaitu85 dBA (Keputusan Mennaker Nomor : KEP–51/MEN/I999).
2. Pengukuran Getaran
- Posisi responden duduk di kursi dan dibutuhkan alat bantu berupa lempengan besi
- Nyalakan alat Vibration Meter
- Tempelkan sensor magnet di lempengan besi sesuai arah getaran yaitu yaitu arah x (depan ke belakang), arah y (kiri ke kanan) dan arah z (atas ke bawah)
- Catat angka yang muncul di display
- Masukkan ke dalam rumus

𝛼𝑅𝑀𝑆= 𝛼π‘₯ 2+ 𝛼𝑦 2+ 𝛼𝑧 2(2) Keterangan: 𝛼π‘₯ = Percepatan pada arah fore-aft sumbu X π›Όπ‘Œ = Percepatan pada arah lateral sumbu Y 𝛼𝑍 = Percepatan pada arah vertikal sumbu Z Nilai Amabang Batas atau NAB getaran berdasarkan peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi PER/13/MEN/10/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia ditempat kerja pasal 6 tentang nilai ambang batas getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung terhadap tenaga kerja pada lengan dan tangan ditetapkan sebesar 4 m/s2 dan menjelaskan tentang ambang batas getaran kontak langsung maupun tidak langsung pada seluruh tubuh ditetapkan sebesar 1,15 m/s2.
3. Pengukuran Tekanan Darah
- Responden diposisikan duduk dengan tegak
- Manset tensimeter dililitkan dilengan atas sebelah kiri responden dan lilitannya diatur sejajar dengan jantung
- Setelah respponden siap maka tekan tombol start pada alat tensimeter. Manset akan langsung bekerja menekan lengan responden atau mengkerut. Setelah
beberapa setik manset akan melonggar dan pembuluh darah akan normal kembali.
- Pada layar tesnimeter akan muncul angka ukuran tekanan darah sistole dan diastole
4. Pengukuran Berat Badan
Penggunaan timbangan digital camry EB9003 adalah denganmenempatkan objek diatas timbangan tersebut hingga angka tertera dilayar timbangan.

5. Pengukuran Tinggi Badan

Penggunaan alatini adalah dengan cara memasangkannya pada dinding atau tembokdengan ketinggian 200 cm atau 2 m yang kemudian ditarik kebawahsecara horizontal dan berhenti di kepala objek pengukuran tersebut.

e. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) edisi 16.Analisis ststistik digunakan untuk melihat pengaruh kebisingan dan getaran terhadap tekanan darah sebelum dan sesudah percobaan digunakan uji Paired Sample T-test pada tingkat kepercayaan 95 % (Ξ± = 0,05). Uji statisik untuk membandingkan setiap variabel dari populasi yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan digunakan ujiIndependent Sample T-test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Karakteristik Data Responden
1. Usia
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan responden dengan range usia 20-23 tahun dengan pekerjaan sebagai mahasiswa. Usia termuda adalah 19 tahun, dan usia tertua adalah 23 tahun. Rata—rata usia responden adalah 21 tahun dengan standar deviasi 1,06. Usia 21 tahun termasuk kedalam usia produktif dimana rentang usia produktif adalah 18-45 tahun. Pada usia produktif, kekuatan organ-organ tubuh masih sangat baik, termasuk tekanan darah. Tekanan darah untuk usia produktif masih normal dan tidak mudah naik.
Hastuti (2005) mengatakan bahwa tekanan darah akan naik terus perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia dan akan naik tajam sesudah usia 40 tahun sedangkan untuk tekanan darah diastolik akan tetap naik perlahan-lahan sampai usia 60 tahun kemudian cenderung turun setelah itu. Bertambahnya usia menyebabkan kelenturan atau elastisitas pembuluh darah semakin berkurang artinya ketika denyut jantung meningkat akibat sistem saraf yang dirangsang oleh lingkungan luar yaitu kebisingan, maka pembuluh darah kurang bisa melebar karena berkurangnya keelastisitasannya sehingga kenaikan tekanan darah akan semakin tinggi. Pada penelitian Heryudarini Harahap (2008) terdapat hubungan yang bermakna antara usiadengan tekanan darah sistole dan diastole. Setiap peningkatan usia 1 tahun akan meningkatkan tekanan darah sistole sebanyak 0,493 mm/Hg dan tekanan darahdiastole sebanyak 0,189 mm/Hg.
2. Jenis Kelamin

Pada penelitian ini ada 10 orang responden laki-laki dan 10 orang reponden perempuan. Dalam penelitian ini, ingin melihat perbedaan jenis kelamin mempengaruhi tekanan darah atau tidak. Hasil pengolahan data yaitu rata-rata tekanan darah sistole laki-laki 114,2 mm/Hg lebih besar dari rata-rata tekanan darah sistole perempuan yaitu 104,9 mm/Hg, setelah di analisis dengan statistik uji independent sample t-test didapatkan hasil bahwa nilai sig 2 tailed < 0,05 yaitu sebesar 0,005 sehingga tolak Ho yang artinya bahwa ada perbedaan tekanan darah sistole pada laki-laki dan perempuan setelah percobaan alat simulator getaran. Pada tekanan darah diastole, rata-rata tekanan darah diastole laki-laki 74 mm/Hg lebih besar dari rata-rata tekanan darah diastole perempuan yaitu 71,2 mm/Hg setelah di analisis dengan statistik uji independent sample t-test didapatkan hasil bahwa nilai sig 2 tailed > 0,05 yaitu sebesar 0,425 sehingga terima Ho yang artinya bahwa tidak ada perbedaan tekanan darah diastole pada laki-laki dan perempuan setelah percobaan alat simulator getaran. Secara fisiologis, pria mempunyai darah yang kurang lebih satu liter lebih banyak dari pada wanita. Selain itu dimensi jantung pada pria lebih besar sehingga volume sedenyut lebih besar, volume paru-paru pria lebih besar 10 %. Menurut Soni (2007) pada masa remaja, tekanan darah pria cenderung lebih tinggi daripada wanita. Perbedaan ini terlihat paling jelas pada usia dewasa muda dan usia pertengahan. Semakin tua, perbedaan tersebut makin menyempit bahkan cenderung menjadi terbalik.Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita tinggi. Bahkan setelah umur 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29untuk kenaikan tekanan darah sistole dan 3,76 untuk kenaikan tekanan darah diastolik.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Heryudarini Harahap (2008) yang hasil peneitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan tekanan darah diastole. Tekanan darah diastole perempuan lebih rendah 3,4 mm/Hg dibandingkan laki-laki. Hormon-hormon wanita disebutkan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan darah perempuan sehingga lebih rendah dibandingkan tekanan darah laki-laki.

3. Indeks Massa Tubuh

Dalam penelitian ini,. rata-rata berat badan responden adalah 53,60 kg dan rata-rata tinggi badan adalah 163 cm. Setelah dimasukkan ke dalam rumus IMT hasilnya adalah semua responden memiliki nilai IMT normal. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan dalam beberapa studi.Berat badan dan IMT berkolerasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.Dalam penelitian Heryudarini Harahap (2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan anatar IMT atau Indeks Massa Tubuh dengan tekanan darah sistole. Setiap peningkatan 1 poin IMT akan meningkat tekanan darah sistole sebanyak 0,362 mm/Hg.

4. Merokok

Responden pada penelitian ini tidak ada yang merokok, sehingga tekanan darah semua responden dalam keadaan normal tidak dipengaruhi oleh zat-zat berbahaya seperti nikotin dalam rokok yang dapat mempengaruhi tekanan darah. . Menurut Khosla dan Lowe dalam Lilyana (2008) menjelaskan fakta bahwa berat badan perokok lebih ringan 10 sampai 20 pon dibandingkan dengan non perokok dengan jenis kelamin, usia dan tinggi badan yang sama.

5. Alkohol

Pada penelitian ini, data responden yang didapat tidak ditemukan responden yang mengkonsumsi atau meminum alkohol.Beberapa studimenunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol, dan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabilamengkonsumsi alkohol sekitar 2 - 3 gelas ukuran standar setiap harinya.

6. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit terutama hipertensi akan mempengaruhi kondisi tekanan darah responden, sehingga dalam penelitian ini respondennya tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi. Seseorang yang pernah memiliki penyakit hipertensi akan cepat mudah naik tekanan darahnya. Pembuluh darah yang elastis akan mudah sekali membesar untuk orang yang pernah memiliki penyakit hipertensi.
Pada penelitian Hayyu (2012), seseorang berusia 18-44 tahun yang memiliki riwayat penyakit hipertensi pada salah satu atau kedua orang tuanya beresiko 2,15 kali lebih tinggi untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat hipertensi. Penelitian Heryudarini Harahap (2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keturunan hipertensi dengan tekanan darah sistole dan diastole. Subjek dengan riwayat keturunan hipertensi mempunyai tekanan darah sistole lebih tinggi 4,8 mm/Hg, dan diastole lebih tinggi 3,5 mm/Hg dibandingkan dengan subjek yang tidak mempunyai riwayat keturunan hipertensi.

b. Hasil Pengukuran Getaran

Berdasarkan hasil pengukuran besar percepatan getaran pada percobaan alat simulator getaran, rata-rata besar percepatan pada responden laki-laki adalah 1,82 ≈ 2 m/s2. Untuk responden perempuan rata-rata besar percepatan getaran adalah 2,12 ≈ 2 m/s2. Nilai Ambang Batas atau NAB untuk percepatan getaran seluruh tubuh atau Whole Body Vibration berdasarkan European Union Phsycal Agent (vibration) Directive (2001) adalah 1,15 m/s2. Besarnya kedua percepatan responden laki-laki maupun perempuan melebihi nilai ambang batas dan cukup berbahaya untuk kesehatan.

c. Hasil Pengukuran Kebisingan

Berdasarkan hasil pengukuran besar intensitas kebisingan pada percobaan alat simulator getaran, rata-rata besar intensitas kebisingan pada responden laki-laki adalah 96,47 ≈ 96 dB. Untuk responden perempuan rata-rata besar intensitas kebisingan adalah 97,01 ≈ 97 dB. Nilai Ambang Batas atau NAB untuk intensitas kebisingan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 adalah 85 dB.Besarnya kedua intensitas responden laki-laki maupun perempuan melebihi nilai ambang batas dan masuk kedalam kategori sangat kuat dan cukup berbahaya untuk kesehatan. Menurut Suma’mur (1994) menyebutkan bahwa faktor-faktor kebisingan yang menyebabkan ketulian diantaranya intensitas kebisingan atau besarnya kebisingan yang terpapar, lamanya paparan yang diterima, dan kerentanan setiap individu terhadap kebisingan.

d. Tekanan Darah Sistole

Pada responden laki-laki, hasil pengukuran rata-rata sebelum percobaan alat simulator getaran tekanan darah sistole adalah 113,8 mm/Hg. Setelah percobaan alat simulator getaran rata-ratanya adalah 114,2 mm/Hg.Pada responden perempuan, hasil pengukuran rata-rata sebelum percobaan alat simulator getaran tekanan darah sistole adalah 111,7 mm/Hg. Setelah percobaan alat simulator getaran rata-ratanya adalah 104,9 mm/Hg.

e. Tekanan Darah Diastole

Pada responden laki-laki, hasil pengukuran rata-rata sebelum percobaan alat simulator getaran tekanan darah diastole adalah 74,3 mm/Hg. Setelah percobaan alat simulator getaran rata-ratanya adalah 74 mm/Hg. Untuk responden perempuan, hasil pengukuran rata-rata sebelum percobaan alat simulator getaran tekanan darah diastole adalah 72,5 mm/Hg. Setelah percobaan alat simulator getaran rata-ratanya adalah 71,2 mm/Hg. Banyak faktor yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah salah satunya yaitu seperti lamanya pemaparan getaran karena seperti yang disebutkan dalam disertasi Lovely Lady 2013 dibutuhkan waktu selama 5 detik untuk periode penyesuaian pada operator yang terpapar getaran, karena lamanya percobaan dalam penelitian ini adalah 10 menit maka tubuh responden sudah beradaptasi dengan getaran sehingga tidak terlihat kenaikan pada tekanan darah sistole maupun tekanan darah diastole responden.

f. Pengaruh Getaran dan Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Sistole

Setelah dilakukan pengolahan data dengan SPSS 16 melalui uji Paired Sample T-test hasilnya adalah pada responden laki-laki diperoleh bahwa nilai sig. 2-tailed> 0.05 yaitu 0,886sehingga H0 diterima yaitu tidak ada perbedaan pada tekanan darah sistole sebelum dan sesudah percobaan alat simulator getaran pada responden laki-laki. Tidak adanya perbedaan ini menunjukkan bahwa tekanan darah sistole tidak dipengaruhi oleh getaran dan kebisingan sehingga tidak berbeda keadaan sebelum dan sesudah percobaan. Pada responden perempuan, diperoleh bahwa nilai sig. 2-tailed< 0.05 yaitu 0,009 sehingga H0 ditolak yaitu ada perbedaan tekanan darah sistole sebelum dan sesudah pada responden perempuan.Adanya perbedaan ini menunjukkan bahwa tekanan darah sistole dipengaruhi oleh getaran dan kebisingan sehingga berbeda tekanan darah sistole keadaan sebelum dan sesudah percobaan.Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rian Ardiansyah (2012) berdasarkan uji chi-square menunjukan bahwa ada hubungan antarapengaruh intensitas kebisingan dengan tekanan darah sistole dengan Sig nilaiprobabilitas chi-square adalah 0.005 lebih kecil dari 0.05 artinya kesimpulan H1yangditerima.

g. Pengaruh Tekanan Darah

Pada tekanan darah diastole hasil uji Paired Sample T-test adalah pada responden laki-laki diperoleh bahwa nilai sig. 2-tailed> 0.05 yaitu 0,752sehingga H0 diterima yaitu tidak ada perbedaan pada tekanan darah diastole sebelum dan sesudah percobaan alat simulator getaran pada responden laki-laki. Tidak adanya perbedaan ini menunjukkan bahwa tekanan darah diastole tidak dipengaruhi oleh getaran dan kebisingan sehingga tidak berbeda keadaan sebelum dan sesudah percobaan.
Pada responden perempuan, diperoleh bahwa nilai sig. 2-tailed< 0.05 yaitu 0,589 sehingga H0 diterima yaitu tidak ada perbedaan pada tekanan darah diastole sebelum dan sesudah percobaan alat simulator getaran pada responden perempuan. Tidak adanya perbedaan ini menunjukkan bahwa tekanan darah diastole tidak dipengaruhi oleh getaran dan kebisingan sehingga tidak berbeda keadaan sebelum dan sesudah percobaan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah salah satunya yaitu seperti lamanya pemaparan getaran karena seperti yang disebutkan dalam disertasi Lovely Lady 2013 dibutuhkan waktu selama 5 detik untuk periode penyesuaian pada operator yang terpapar getaran, karena lamanya percobaan dalam penelitian ini adalah 10 menit maka tubuh responden sudah beradaptasi dengan getaran sehingga tidak terlihat kenaikan pada tekanan darah sistole maupun tekanan darah diastole responden.

h. Perbedaan Tekanan Darah Laki-laki dan Perempuan

Setelah di analisis dengan statistik uji independent sample t-testdidapatkan hasil bahwa nilai sig 2 tailed < 0,05 yaitu sebesar 0,005 sehingga tolak Ho yang artinya bahwa ada perbedaan tekanan darah sistole pada laki-laki dan perempuan setelah percobaan alat simulator getaran. Pada tekanan darah diastole, rata-rata tekanan darah diastole laki-laki 74 mm/Hg lebih besar dari rata-rata tekanan darah diastole perempuan yaitu 71,2 mm/Hg setelah di analisis dengan statistik uji independent sample t-testdidapatkan hasil bahwa nilai sig 2 tailed > 0,05 yaitu sebesar 0,425 sehingga terima Ho yang artinya bahwa tidak ada perbedaan tekanan darah diastole pada laki-laki dan perempuan setelah percobaan alat simulator getaran. Secara fisiologis, pria mempunyai darah yang kurang lebih satu liter lebih banyak dari pada wanita. Selain itu dimensi jantung pada pria lebih besar sehingga volume sedenyut lebih besar, volume paru-paru pria lebih besar 10 %. Pada masa remaja, tekanan darah pria cenderung lebih tinggi daripada wanita. Perbedaan ini terlihat paling jelas pada usia dewasa muda dan usia pertengahan. Semakin tua, perbedaan tersebut makin menyempit bahkan cenderung menjadi terbalik.Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita tinggi. Bahkan setelah umur 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk kenaikan tekanan darah sistole dan 3,76 untuk kenaikan tekanan darah diastolik.


KESIMPULAN
Setelah dilakukannya pengumpulan data dari percobaan alat simulator getaran dan pengolahan data maka berikut adalah hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah berdasarkan hasil pengukuran rata-rata besar getaran pada laki-laki dan perempuan adalah 2 m/s2.Besar intensitas kebisingan pada laki-laki adalah 96 dB dan pada perempuan adalah 97 dB. Analisis data menggunakan uji paired sample t-test dan independent sample t-test. Hasil uji statistik bahwa ada pengaruh getaran dan kebisingan terhadap tekanan darah sistole perempuan dengan sig 2 tailed<0.05 yaitu 0.009, tapi tidak ada pengaruh pada sistole laki-laki sig 2 tailed>0.05 yaitu 0,886, diastole perempuan sig 2 tailed>0.05 yaitu 0,589 dan diastole laki-laki sig 2 tailed>0.05 yaitu 0,752. Ada perbedaan pada tekanan darah sistole laki-laki dan perempuan nilai sig 2 tailed<0.05 yaitu 0,005 dan tidak ada perbedaan tekanan darah diastole laki-laki dan perempuan nilai sig 2 tailed>0.05 yaitu 0,425.






Analisis Sinyal Getaran untuk Menentukan Jenis dan Tingkat Kerusakan Bantalan Bola (Ball Bearing)

Suhardjono Dosen Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kampus ITS Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111.

Abstrak
Abstrak Seorang Insinyur (Engineer) mesin dapat mendeteksi jenis dan tingkat kerusakan mesin dengan sinyal getarannya bak seorang dokter mendeteksi penyakit pasiennya dengan menganalisa denyut/detak jantungnya. Getaran merupakan respon dari sebuah sistem mekanik baik yang diakibatkan oleh gaya eksitasi yang diberikan maupun perubahan kondisi operasi sebagai fungsi waktu. Gaya yang menyebabkan getaran ini dapat ditimbulkan oleh beberapa sumber misalnya kontak/benturan antar komponen yang bergerak/berputar, putaran dari massa yang tidak seimbang (unbalance mass), misalignment dan juga karena kerusakan bantalan (bearing fault) yang akan menjadi topik penelitian ini. Jenis kerusakan bantalan bola baik akibat kerusakan lokal maupun yang terdistribusi ditunjukkan oleh adanya getaran dengan frekuensi tertentu yang muncul, sedangkan tingkat kerusakan pada umumnya diketahui dari besarnya amplitude getarannya. Metode yang paling mutakhir untuk mendeteksi kerusakan pada bantalan bola adalah dengan mengukur karakteristik getarannya baik dalam domain waktu maupun domain frekuensi yang terjadi pada arah radial. Percobaan untuk mengetahui dan mempelajari spektrum getaran akibat kerusakan bantalan bola ini dilakukan pada mesin gerinda bangku dengan mengganti beberapa jenis bantalan yang sengaja dirusak. Analisis perbandingan sinyal getaran antara bantalan bola yang berkondisi baik (normal) dan yang dibuat cacat pada komponennya secara bertingkat sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan jenis dan tingkat kerusakan bantalan bola tersebut. Secara umum hasil dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa sinyal getaran untuk bantalan yang baik mendekati harmonik (sinusoidal), sedangkan yang rusak sinyal getarannya berbentuk stokastik (random). Untuk menentukan jenis kerusakan lintasan dalam, luar atau kerusakan bola harus disinkronkan antara frekuensi getaran dan perhitungan yang berdasarkan data dari parameter bantalannya, yaitu diameter lintasan dalam atau luar, jumlah bola dan putaran poros. Aplikasi hasil penelitian ini adalah monitoring getaran (vibration monitoring) untuk “predictive maintenance”. Kata kunci: kerusakan bantalan, sinyal getaran, vibration monitoring, predictive maintenance.

1. Pendahuluan
 Sebuah mesin yang ideal sempurna pada prinsipnya tidak menimbulkan getaran sama sekali, karena seluruh energi yang dihasilkan diubah menjadi kerja. Namun di dunia ini tidak ada yang sempurna, sehingga sebagian energi salah satunya terbuang menjadi getaran. Getaran timbul akibat transfer gaya siklik melalui elemen-elemen mesin yang ada, dimana elemen-elemen tersebut saling beraksi satu sama lain dan energi didesipasi melalui struktur dalam bentuk getaran. Kerusakan atau keausan serta deformasi akan mengubah karakteristik dinamik sistem dan cenderung meningkatkan energi getaran. Metode masa lalu dengan cara mendengarkan suara mesin dan menyentuh/meraba (hearing and touching) dikembangkan untuk menentukan apakah mesin bekerja baik atau tidak, tetapi metode klasik tersebut tidak lagi andal untuk saat ini, karena dua faktor berikut ini :

          1. Mesin-mesin modern dirancang untuk berjalan secara otomatis, sehingga interaksi antara manusia (operator) dan mesin tidak lagi efektif dan ekonomis
2. Kebanyakan mesin-mesin modern beroperasi pada putaran/kecepatan tinggi, dimana getaran yang timbul banyak yang berfrekuensi tinggi dan tidak lagi dapat dibedakan oleh indra manusia, sehingga dibutuhkan alat untuk mendeteksi dan mengukurnya. Oleh karena itu untuk mengatasi salah satu permasalahan di atas dikembangkan metode untuk mendeteksi jenis kerusakan dan tingkat kerusakan bantalan bola dari karakteristik sinyal getarannya. Selanjutnya metode ini banyak diaplikasikan pada condition based maintenance yang ekonomis.

2. Tinjauan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik sinyal getaran akibat kerusakan bantalan dengan beberapa jenis cacat lokal dan tingkat kerusakannya.

3. Dasar Teori
Beberapa penyebab kerusakan bantalan diantaranya adalah keretakan bantalan, keausan, pemasangan yang tidak sesuai, pelumasan yang tidak cocok, kerusakan dalam pembuatan komponen, diameter bola yang tidak sama. Getaran yang timbul tentu saja disebabkan oleh adanya gaya kontak pada kerusakan tersebut. Pada bantalan ideal, besarnya gaya kontak akan sama pada setiap bola dan pada setiap posisi bola. Bila pada bantalan bola terdapat kerusakan maka besarnya gaya kontak tidak lagi seragam. Hal inilah yang menimbulkan getaran yang tidak beraturan. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan komponen yang terdapat pada bantalan.

3.1 Jenis Kerusakan Bantalan Bola

Cacat pada bantalan bola dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: 1. Cacat Lokal Jenis cacat yang termasuk dalam cacat lokal adalah adanya goresan ataupun lubang pada lintasan dalam, lintasan luar dan bola. Sinyal yang dibangkitkan akibat cacat lokal ini berupa impuls, yaitu pada saat elemen rotasi bersentuhan dengan cacat lokal tersebut. 2. Cacat Terdistribusi Bila pada bantalan bola terdapat cacat terdistribusi, maka gaya kontaknya akan berubah secara periodik. Jenis cacat yang termasuk dalam kategori cacat terdistribusi ini adalah ketidakbulatan lintasan luar dan lintasan dalam, ketidaksamaan sumbu (misalignment) antara sumbu lintasan luar dan lintasan dalam, serta ketidaksamaan dimensi bola. Karena pada bantalan ini getaran yang dibangkitkan berhubungan erat dengan kecepatan putar bola dan cage (pemisah), maka terlebih dahulu perlu ditentukan kecepatan putar bola dan pemisah tadi.

3.2 Getaran Akibat Cacat Lokal pada Bantalan Bola
Mekanisme terjadinya getaran akibat adanya cacat pada bantalan adalah adanya impuls pada saat elemen rotasi mengalami tumbukan dengan cacat lokal. Untuk putaran poros yang tetap maka tumbukan akan terjadi secara periodik.

3.3 Tingkat Kerusakan
Tingkat kerusakan dapat dideteksi dengan adanya kenaikan amplitude getaran, dimana frekuensi getaran tetap konstan sesuai dengan jenis kerusakan pada komponen yang mana. Berdasarkan “Machine Condition Monitoring” gambar 6 terlihat bahwa untuk mesin normal (kondisi baik) menunjukkan amplitudo getaran yang relatif konstan selama kondisi normal, tetapi saat mulai terjadi kerusakan pada saat itu juga mulai menunjukkan kenaikan amplitude getaran (vibration level) yang cukup besar. Jika amplitudo getaran sampai pada batas repair level, maka mesin harus direparasi (breakdown) atau komponen harus diganti.

4. Peralatan dan Pelaksanaan Eksperimen

4.1 Peralatan Eksperimen
Eksperimen dilakukan pada mesin gerinda bangku (bench grinding machine), karena mesin ini tidak mempunyai komponen yang bergerak translasi, sehingga dapat diisolasi bahwa getaran yang terjadi hanya karena kerusakan bantalan.


4.2 Pelaksanaan Percobaan
Pertama kali mesin gerinda harus diukur frekuensi pribadinya dengan modal hammer dalam arah vertikal dan horizontal. Setelah itu pengukuran sinyal getaran dalam kedua arah di atas untuk mesin gerinda dengan bantalan baru (tanpa cacat) dan selanjutnya pengukuran getaran mesin yang menggunakan berbagai jenis bantalan cacat dan tingkat kecacatannya.

5. Hasil Percobaan dan Analisis Data
 Hasil pengukuran frekuensi pribadi mesin gerinda dalam arah vertikal dan horizontal dengan rentang frekuensi antara 0 – 250 Hz dapat dilihat pada tabel 1.

Kerusakan pada Pemisah (Cage)
Hasil pengukuran getaran akibat cacat ini diperlihatkan pada gambar 23. Kerusakan jenis ini tidak menimbulkan benturan sehingga tidak memperlihatkan getaran seperti pada cacat-cacat lainnya. Dari domain waktu terlihat sinyalnya seperti bantalan baru, hanya saja amplitudo getarannya lebih besar. Hasil Perhitungan Fundamental Train Frequency (FTF) = 19.67 sedangkan aktualnya 20 Hz. Perubahan amplitude getaran akibat kerusakan pada pemisah (cage) antara satu pemisah dan dua pemisah yang rusak tidak terlalu signifikan, sehingga tidak dilakukan pengukuran getaran lebih lanjut untuk tingkat kerusakan jenis ini.

Bantalan Bekas
Bantalan bekas hampir mempunyai segala jenis kerusakan baik lintasan dalam dan luar, pada bola maupun pada pemisah. Selain itu terjadi keausan sehingga kelonggaran antara lintasan dalam, bola dan lintasan luar cukup besar. Hal ini diperlihatkan oleh amplitudo getaran yang lima kali lebih besar dibandingkan bantalan baru yang diberi cacat lokal atau 20 kali lebih besar dari bantalan normal (baik) seperti hasil percobaan sebelumnya. Hasil pengukuran getaran ditunjukkan pada gambar 25. Frekuensi yang muncul sesuai tipe kerusakan bantalan adalah FTF 18 Hz, BSF 114 Hz, BPFO 159 Hz dan BPFI 238 Hz. Pada frekuensi tinggi memperlihatkan amplitudo yang cukup besar, hal ini disebabkan benturan antara metal dan metal lainnya yang cukup besar akibat kelonggaran, perhatikan skala ordinat 5 kali lebih besar.

Kesimpulan
Dari hasil eksperimen dan analisis di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Getaran dari bantalan bola yang baru (baik) memperlihatkan getaran sinusoidal murni, sedangkan yang ada cacat lokalnya akan terlihat acak (random) atau benturan secara periodik.
2. Kerusakan pada lintasan dalam akan muncul getaran pada frekuensi di sekitar BPFI (Ball Pass Frequency Inner race).
3. Kerusakan pada lintasan luar akan muncul getaran pada frekuensi di sekitar BPFO (Ball Pass Frequency Outer race).
4. Getaran yang muncul pada frekuensi di sekitar BSF (Ball Spin Frequency) berarti terjadi kerusakan pada bola.
5. Kerusakan pada pemisah memperlihatkan sinyal getaran dalam domain waktu yang hampir sama seperti bantalan baru, tetapi akan muncul frekuensi FTF (Fundamental Train Frequency) yang menunjukkan terjadi kerusakan pada pemisah bola.
6. Tren kenaikan amplitudo getaran terhadap tingkat kerusakan baik untuk lintasan dalam, lintasan luar maupun pada bola menunjukkan fungsi eksponential.
7. Untuk bantalan bola bekas yang semua komponennya aus/rusak memperlihatkan munculnya getaran dengan frekuensi yang sesuai dengan semua jenis kerusakan diatas.


SUMBER :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar